Zonasi sekolah dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan
mulai dari, SD, SMP, hingga SMA. Namun, karena suatu alasan tertentu kebijakan
ini tidak berlaku untuk SMK, sekolah swasta, dan Madrasah (MA/MTs/MI).
Dikutip dari kemdikbud.co.id, Muhadjir Effendy, Menteri
pendidikan dan kebudayaan saat itu mengatakan, tujuan dari diterapkannya sistem
zonasi sekolah adalah untuk mengurangi ketimpangan pendidikan terutama dalam
sistem persekolahan di Indonesia.
Sistem zonasi sekolah diharapkan mampu mendorong pemerataan
kualitas pendidikan dan meningkatkan akses masyarakat untuk bisa mendapatkan
pendidikan yang berkualitas dengan cara menghapus keberadaan sekolah-sekolah
yang dianggap “favorit” ditengah-tengah masyarakat.
Sekarang kebijakan ini hampir sampai pada tahun ketiganya sejak pertama kali diterapkan pada tahun 2018 yang lalu. Meski datang dari niat
yang baik, rupanya kebijakan ini masih saja menuai kontroversi berupa pro dan
kontra.
Hal itu bukanlah tanpa alasan. Dalam pelaksanaannya selama
tiga tahun belakangan, kebijakan zonasi sekolah yang digagas oleh kemendikbud
itu berjalan dengan berantakan, sungguh mengecewakan.
Mulai dari cara penerimaan yang dianggap tidak transparan, adanya masalah kualitas sekolah dan guru yang masih belum merata, adanya sekolah yang kelebihan siswa, disisi lain ada juga sekolah yang justru kekurangan bahkan hingga tidak mendapatkan siswa, dan
masih banyak lainnya.
Selain beberapa masalah diatas, beberapa pihak juga menilai
kebijakan ini diskriminatif terhadap mereka yang rumahnya jauh dari
sekolah dan memang sungguh-sungguh dalam belajar untuk mendapatkan nilai yang
bagus agar bisa diterima di sekolah impiannya.
Menanggapi berbagai berbagai kritik dan masukan yang disampaikan
oleh masyarakat, Menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru, Nadiem Anwar Makariem
akhirnya mengubah sistem pelaksanaan zonasi sekolah mulai tahun ini.
Lalu apa yang berubah, berikut penjelasannya:
Dalam proses PPDB tahun ini, total ada empat jalur
pendaftaran sekolah yang bisa dipilih oleh para calon siswa. Keempat jalur itu diantaranya
adalah jalur zonasi/domisili, jalur prestasi, jalur afirmasi, dan jalur perpindahan orangtua/wali.
Bertambah satu jalur dari tahun sebelumnya yang hanya ada
tiga jalur. Pemerintah kali ini membuka satu jalur lagi yaitu jalur afirmasi. Jalur
afirmasi adalah jalur yang secara khusus disediakan untuk calon siswa yang
berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu.
Besaran kuota pada masing-masing jalur pun sekarang berubah. Pada pelaksanaan sistem zonasi PPDB tahun 2019 yang lalu, setiap sekolah diwajibkan untuk menerima siswa baru dari Jalur zonasi/ domisili minimal 90 persen dari total daya tampung sekolah. Sisanya sebesar 10 persen baru boleh dibuka untuk jalur prestasi, dan jalur perpindahan orangtua/wali.
Kuota yang diizinkan untuk masing-masing jalur mulai tahun ini relatif
lebih seimbang, fleksibel, dan bisa diterima banyak pihak. Jalur zonasi minimal
sebanyak 50 persen, jalur afirmasi paling sedikit 15 persen, sedangkan jalur
perpindahan tugas orang tua/wali paling banyak 5 persen, dari total daya tampung
sekolah. Pemerintah daerah dibolehkan membuka jalur prestasi apabila masih ada
kuota yang tersisa.
Semua pasti paham dan mengerti tidak ada satupun sistem yang sempurna tetapi paling tidak kita berharap PPDB tahun ini bisa berjalan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Jangan sampai pengalaman pahit di masa lalu terulang kembali.
Terima kasih yaa udah membaca artikel ini. Aku harap artikel ini bisa bermanfaat untukmu. Kalau sobat mau menyampaikan baik itu kritik, saran, maupun pendapat, tentang blog atau artikel ini, jangan malu apalagi ragu silahkan tulis di kolom komentar di bawah okeey 👍.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Komentar
Posting Komentar